BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Masyarakat
jawa di era modern ini semakin terpengaruh dengan Bahasa Indonesia. Kenyataan
di masyarakat, mereka sering memakai Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia secara
bersamaan, sehingga bahasanya menjadi tercampur. Selain itu, masalah yang tidak
kalah penting adalah tentang penulisan dalam Bahasa Jawa, masyarakat sudah
terpengaruh dengan penulisan Bahasa Indonesia. Padahal, seperti yang kita
ketahui bahwa Bahasa Jawa memiliki fonem-fonem yang tidak dimiliki oleh bahasa
lain. Ini menjadi perhatian kita bersama bahwa fonem-fonem Bahasa Jawa itu
perlu kita analisis lagi sehingga msyarakat menjadi paham akan kekayaan fonem
Bahasa Jawa.
Kurangnya
pengetahuan mengenai fonem-fonem yang dimiliki Bahasa Jawa, menjadikan
masyarakat tidak peka akan penulisan berbahasa Jawa. Mereka cenderung menuliskan
kata sesuai dengan apa yang mereka dengar. Padahal, dalam Bahasa Jawa, ada
beberapa fonem yang penulisannya tidak sesuai dengan pengucapannya. Sebenarnya,
hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari penulisan Bahasa Indonesia.
Masyarakat menganggap bahwa penulisan berbahasa Jawa sama dengan penulisan
berbahasa Indonesia. Anggapan mereka salah besar karena sesungguhnya penulisan
Bahasa Jawa itu sangat-sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia.
Maka
dari itu, dalam makalah ini, akan dibahas mengenai penulisan tembang jawa yang
masih banyak kesalahan. Tembang jawa yang saya pilih adalah tembang berjudul
mancing karya Momo Kepus.
B.
Rumusan
masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan fonologi dan fonetik?
2. Apakah
yang dimaksud dengan fonem bahasa jawa?
3. Bagaimana
penulisan tembang “mancing” meggunakan huruf fonetik?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan
pengertian fonologi dan fonetik.
2. Menjelaskan
pengertian fonem bahasa jawa.
3. Menjelaskan
penulisan tembang “mancing” menggunakan huruf fonetik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fonologi
1. Pengertian
fonologi
Fonologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang bunyi bahasa. Bunyi yang dibahas fonologi
adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, baik yang berfungsi
sebagai pembeda makna maupun yang tidak mempunyai fungsi sebagai pembeda makna.
2. Pengertian
fonetik
Fonetik
sifatnya umum karena fonetik mempelajari bunyi bahasa tanpa mengacu pada fungsi
bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Fonetik hanya mempelajari
bagaimana bunyi bahasa dihasilkan oleh alat ucap manusia dan bagaimana kualitas
bunyi yang dihasilkan. Jadi fonetik adalah ilmu yang menyelidiki fungsi bunyi
bahasa tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna.
Fonetik ada tiga,
yaitu:
o
Fonetik organis/
artikulatoris/ fisiologis, yaitu ilmu yang mengkaji bagaimana bunyi bahasa itu
dikonsumsi.
o
Fonetik akustis,
yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana bunyi bahasa itu berfungsi.
o
Fonetik
auditiris yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana bunyi bahasa itu diterima oleh
telinga.
B.
Fonem
bahasa jawa
Fonem adalah bunyi bahasa yang membedakan makna.
1.
Fonem vokal
Vokal merupakan bunyi bersuara yang dihasilkan oleh udara
yang dikeluarkan dari paru-paru melalui mulut tanpa adanya hambatan.
Fonem
vokal dibedakan menjadi 3, yaitu:
Ø Berdasarkan posisi lidah
a.Vokal terbuka, jika lidah berada pada posisi
rendah. Misalnya bunyi [a].
b.Vokal madya, jika lidah berada pada posisi tengah. Misalnya bunyi [e],[ɛ],[ə],[ɔ], dan[o].
c.Vokal tinggi, jika lidah
berada pada posisi atas. Misalnya bunyi [i],[u]
Ø Berdasarkan
bentuk bibir
a. Vokal
bundar, ialah jika bentuk bibir mrmbulat. Contohnya vokal [ɔ], [u], dan[o].
b.Vokal tak bundar, ialah jika bentuk bibir melebar.
Contohnya pada bunyi [e],[ɛ],[i], dan [a].
c. Vokal netral, ialah jika bentuk bibir tidak bulat
dan tidak melebar. Contohnya adalah vokal [ɑ].
Ø Berdasarkan tingkat pembukaan mulut
Menurut Daniel Jones, ada delapan vokal
kardinal, yng diartikulasikan dengan lidah dan bibir pada posisi tetap, yaitu
empat vokal depan dan empat vokal belakang. Kedelapan vokal itu adalah [i], [e], [ɛ], [a], [ɑ], [ɔ], [o], dan [u]. sedangkan fonem bahsa jawa.
Vokal
bahasa jawa terdiri atas tujuh vokal, yaitu [i], [e], [ə], [a], [ɔ], [u], dan [o]. menurut Uhlenback, bunyi [ɔ]
merupakan alofon fonem [a].
Tabel
vokal bahasa jawa
Depan
Tak Bundar
|
Tengah
Tak Bundar
|
Belakang
Bundar
|
Posisi
Lidah Dan Mulut
|
||
Tinggi
|
Kuat
Lemah
|
i
I
|
u
ʊ
|
Tertutup
Agak
Tertutup
Agak
Terbuka
Terbuka
|
|
Sedang
|
Kuat
Lemah
|
e
ɛ
|
ə
|
o
ͻ
|
|
Rendah
|
Kuat
Lemah
|
a
|
Fonem
vokal bahasa jawa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
§ /i/
adalah vokal tertutup tinggi-kuat depan-takbundar yang dihasilkan dengan posisi
lidah bagian depan hampir menyentuh langit-langit dengan kedua bibir agak
terentang ke samping.
§ /e/
adalah vokal agak tertutup sedang kuat depan-takbundar yang dihasilkan dengan
daun lidah dinaikkan dan diiringi bentuk bibir yang netral, artinya tdak
terentang dan juga tidak membundar.
§ /ə/
ialah vokal sedang-tengah takbundar atau vokal tengah pende setengah tertutup
yang dihasilkan dengan menaikkan bagian tengah lidah dengan bentuk bibir
netral.
§ /a/
ialah vokal terbuka rendah-lemah tengah-takbundar atau vokal tengah pendek
setengah terbuka yang dihasilkan dengan biibir netral.
§ /ͻ/
yaitu vokal agak terbuka sedang-lemah belakang-bundar atau belakang pendek
terbuka yang dihasilkan dengan bentuk bibir kurang bundar atu takbundar.
§ /o/
yaitu vokal agak tertutup sedang-kuat belakang-bundar yang dihasilkan dengan
bentuk bibir bundar.
§ /u/
yaitu vokal tertutup belakang-bundar tinggi-kuat yang dihasilkan dengan
meninggalkan bagian belakang lidah dengan posisi kedua bibir agak maju ke depan
dan agak membundar.
Macam-macam
fonem vokal
1. Vokal /i/, terdiri dari 2 alofon :
a.
i (i jejeg)
Bunyi [i] dapat menduduki
awal, tengah, dan akhir kata. Misalnya ijab,mrica dan tari.
b.
I [I miring]
Terletak pada kata yang
diakhiri konsonan. Misalnya pada kata cacing (cacIng), wajik (wajIk)
2. Vokal /e/
Vokal mempunyai 2 alofon,
yaitu:
a.
/e/ (e swara jejeg/ e taling) menduduki semua posisi baik awal, tengah,
dan akhir. Misalnya kata eman ‘sayang’, sela ‘batu’dan gule’gulai’.
b.
/ɛ/ (e swara miring) terletak pada awal dan tengah
kata. Misalnya estu’jadi’, saren ’marus’ dan gepeng ’gapeng’.
3. Vokal ə
Vokal /ə/ dalam bahasa
Jawa bukan merupakan alofon fonem /e/ melainkan merupakan fonem tersendiri
karena kedua bunyi itu dalam bahasa Jawa dapat membedakan makna.
Misal:
Kere [ kere] = miskin Kere
[kəre] = tirai bamboo
Geger [gɛgɛr]= huru hara geger
[ gəgər]= punggung
4.
Vokal /a/
terletak di depan, tengah, dan akhir.
Contohnya
Aku
laris ora
5.
Vokal /ɔ/
Bukan merupakan alofon
dari /o/, namun vokal yang berdiri sendiri. Terletaki awal, tengah, dan akhir
kata.
Misal : Amba rata ula
6. Vokal /o/
Terletak di awal, tengah,
akhir kata. Misal : Obah coba kebo
7. Vokal /u/
Mempunyai 2 alofon, yaitu
·
u (swara jejeg)
Terletak
di awal, tengah, dan belakang kata.
Misal: Urip wuta madu
·
u swara miring
Barada di tengah kata.
Misal : Biyung parut pupur
Fonem Vokal
|
Alofon
|
|||
Awal
|
Tengah
|
Akhir
|
||
/i/
|
[i]
|
[iki]
|
[gilɔ]
|
[pari]
|
[I]
|
-
|
[jaIl]
|
-
|
|
/e/
|
[e]
|
[enaʔ]
|
[lele]
|
[sore]
|
[Ɛ]
|
[ƐlƐʔ]
|
[bƐbƐʔ]
|
-
|
|
/Ə/
|
[Ə]
|
[Əntup]
|
[antƏm]
|
-
|
/a/
|
[a]
|
[awaʔ]
|
[jaran]
|
[ora]
|
/ɔ/
|
[ɔ]
|
[ɔnɔ]
|
[ɔkɔl]
|
[lɔrɔ]
|
/o/
|
[o]
|
[ogaʔ]
|
[bocah]
|
[loro]
|
/u/
|
[u]
|
[urip]
|
[gulɔ]
|
[putu]
|
[ʊ]
|
-
|
[abʊh]
|
-
|
2. Fonem
konsonan
Konsonan adalah bunyi yang timbul
akibat udara yang keluar dari paru-paru melalui rongga mulut atau rongga
hidung. Udara yang keluar dari rongga hidung akan menghasilkan bunyi sengau,
sedangkan udara yang keluar dari rongga mulut akan mengalami hambatan, geseran,
dan sentuhan lidah atau bibir sesuai dengan daerah artikulasinya.
Berdasar daerah artikulasinya,
bunyi dibedakan menjadi
Ø Bunyi
bilabial, adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh kedua bibir. Menghasilkan
bunyi [b] dan [p], [m], dan [w].
Ø Bunyi
dental/ alveolar, adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh daun lidah yang
menempel pada gigi/ gusi depan atas bagian dalam. Menghasilkan bunyi [d], [t],
[s], [n], [r], dan [l].
Ø Bunyi
retrofleks, adalah bunyi yang dihasilkan oleh pelepasan ujung lidah bagian
bawah yang menempel atau menyentuh langit-langit keras karena hembusan udara
dari paru-paru. menghasilkan bunyi [ɖ] dan [ʈ].
Ø Bunyi
palatal, adalah bunyi yang dihasilkan oleh pelepasan daun lidah yang menempel
pada langit-langit keras yang disertai hembusan udara dari paru-paru.
Menghasilkan bunyi [j], [c], [z], [ʃ], [ɲ], dann [y].
Ø Bunyi
velar, adalah bunyi yang dihasilkan oleh rongga tenggorokan. Menghasilkan bunyi
[g], [k], [x], dan [ŋ].
Ø Bunyi
glotal menghasilkan bunyi [v] dan [f]
daerah artikulasi
cara
artikulasi
|
bilabial
|
dental
|
dental
|
retrofleks
|
palatal
|
velar
|
glotal
|
|
Hambat
|
Bersuara
|
b
|
D
|
ɖ
|
j
|
g
|
||
Takbersuara
|
p
|
T
|
ʈ
|
c
|
k
|
ʔ
|
||
Frikatif
|
Bersuara
|
v*
|
z*
|
|||||
Takbersuara
|
f*
|
S
|
ʃ**
|
x
|
h
|
|||
Nasal
|
Bersuara
|
m
|
N
|
ɲ
|
ŋ
|
|||
Getar
|
Bersuara
|
R
|
||||||
Lateral
|
Bersuara
|
L
|
||||||
Semivokal
|
Bersuara
|
w
|
y
|
Tabel konsonan bahasa jawa
C.
Penulisan
tembang “mancing” menggunakan huruf fonetik.
Mancing
Ciptaan :
Momo Kepus
Vokal : 5 Garangan
Produksi : ??
Vokal : 5 Garangan
Produksi : ??
Mancing
iwak, ring ketapang
Umpane urang lan kesenengan
Umpan dibuang, ring tengah segoro
Nguncalaken sumpeke pikiran
Umpane urang lan kesenengan
Umpan dibuang, ring tengah segoro
Nguncalaken sumpeke pikiran
Sopo weruh, oleh iwak
Putri duyung hang ayu pisan,
Nak sun kudang, nak sun eman
Mergane yo sing kiro kedonyan
Putri duyung hang ayu pisan,
Nak sun kudang, nak sun eman
Mergane yo sing kiro kedonyan
Aduh senenge ati, umpanisun dipangan
Senare sun kencengi, koyo ono setrume
Rasane atinisun, muluk ring awang-awang
Girange sing karuan, koyo nemu berlian
Susahe ati ilang
Senare sun kencengi, koyo ono setrume
Rasane atinisun, muluk ring awang-awang
Girange sing karuan, koyo nemu berlian
Susahe ati ilang
Mancing
iwak, ring ketapang
Umpane urang lan kesenengan
Umpan dibuang, ring tengah segoro
Nguncalaken sumpeke pikiran
Umpane urang lan kesenengan
Umpan dibuang, ring tengah segoro
Nguncalaken sumpeke pikiran
Aduh senenge ati, umpanisun dipangan
Senare sun kencengi, koyo ono setrume
Rasane atinisun, muluk ring awang-awang
Girange sing karuan, koyo nemu berlian
Susahe ati ilang
Senare sun kencengi, koyo ono setrume
Rasane atinisun, muluk ring awang-awang
Girange sing karuan, koyo nemu berlian
Susahe ati ilang
Aduh senenge ati, umpanisun dipangan
Senare sun kencengi, koyo ono setrume
Rasane atinisun, muluk ring awang-awang
Girange sing karuan, koyo nemu berlian
Susahe ati ilang
Senare sun kencengi, koyo ono setrume
Rasane atinisun, muluk ring awang-awang
Girange sing karuan, koyo nemu berlian
Susahe ati ilang
Pada
penulisan tembang mancing di atas, masih terdapat beberapa kesalahan penulisan.
Contohnya pada kata-kata yang dicetak tebal.
Ø
Kata ‘segoro’ seharusnya ditulis ‘segara’ fonetisnya ‘səgͻrͻ’.
Meskipun dibaca ‘səgͻrͻ’, tapi tidak
boleh ditulis dengan ‘segoro’ karena kata ‘segoro’ tidak memiliki arti,
sedangkan yang dimaksud dalam tembang ini adalah ‘laut’, jadi penulisan yang
benar adalah ‘segara’.
Ø Kata ‘sopo’
seharusnya ditulis ‘sapa’ fonetisnya ‘sͻpͻ’.
Kata
‘sopo’ tidak ada maknanya, sedangkan yang dimaksud dalam tembang mancing adalah
menunjuk pada orang. Kata ‘sapa’ juga dapat diartikan sebagai kata tanya untuk
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan seseorang.
Ø Kata ‘yo’
seharusnya ditulis ‘ya’ fonetisnya ‘yͻ’.
Kata
‘yo’ bermakna ‘ayo’, sedangkan kata ‘ya’ dapat bermakna ‘iya’. Jadi penulisan yang
benar adalah ‘ya’.
Ø Kata ‘kiro’
seharusnya ditulis ‘kira’ fonetisnya ‘kirͻ’.
Kata
‘kiro’ tidak memiliki arti, sedangkan kata ‘kira’ artinya ‘kira-kira’ atau
‘dugaan’. Jadi penulisan yang benar adalah kata ‘kira’ dan fonetisnya adalah ‘kirͻ’.
Ø
Kata
‘aduh’ seharusnya ditulis ‘adhuh’ fonetisnya ‘aɖuh’.
Apabila
dituliskan ‘aduh’ maka maknanya adalah ‘sangat jauh’. Kata ‘aduh’ berasal dari
kata ‘adoh’ yang berarti jauh. Kata ini sudah mengalami diftongisasi
(pendiftongan) untuk menyatakan intensitas. Dalam menyatakan intensitas
menggunakan variasi fonem vokal atau menambahkan kata banget atau temen yang
diletakkan di sebelah kanan kata yang akan diberi penekanan. Sehingga penulisan
yang benar adalah ‘adhuh’ yang dapat berarti sebagai kata untuk mengeluhkan
rasa sakit atau bisa pula karena terkejut. Dan dalam tembang ini yang
dimaksudkan adalah menggambarkan kata seru sebagai pendukung untuk mengungkapkan
kegembiraan.
Ø Kata ‘koyo’
seharusnya ditulis ‘kaya’ fonetisnya ‘kͻyͻ’.
Kata ‘koyo’ artinya
adalah plester yang ditempel dikulit untuk mengobati sakit, sedangkan ‘kaya’
maknanya adalah ‘seperti’ atau ‘seumpama’.
Ø Kata ‘ono’
seharusnya ditulis ‘ana’ fonetisnya ‘ͻnͻ’.
Kata ‘ono’ tidak
memiliki arti sedangkan kata ‘ana’ bermakna ‘ada’ sehingga penulisan yng benar
adalah ‘ana’ dan fonetisnya adalah ‘ͻnͻ’
Kesalahan
penulisan ini terjadi karena kurangnya pemahaman dari penulis. Kebanyakan orang
menganggap bahwa penulisan Bahasa Jawa sama dengan penulisan Bahasa Indonesia.
Padahal penulisan Bahasa Jawa memiliki banyak perbedaan dengan penulisan Bahasa
Indonesia dan bahasa-bahasa yang lain. Penulisan yang salah, tentu saja akan
mempengaruhi makna dari suatu kata itu.
Penulisan
fonetisnya tembang mancing adalah sebagai berikut
Manchɪŋ
manc hɪŋ iwaʔ, rɪŋ kəthaphaŋ
umphane uraŋ lan kəsənəŋan
umphan dhibhuwaŋ, rɪŋ thəŋah səghͻrͻ
ŋunchalakən sumphəɁe pikiran
umphane uraŋ lan kəsənəŋan
umphan dhibhuwaŋ, rɪŋ thəŋah səghͻrͻ
ŋunchalakən sumphəɁe pikiran
sͻpͻ wərʊh, olɛh iwaʔ
puthri ɖhuyʊŋ haŋ ayu phisan,
nak sʊn kudhaŋ, nak sʊn eman
mərghane yͻ sɪŋ kirͻ kədhoɲan
puthri ɖhuyʊŋ haŋ ayu phisan,
nak sʊn kudhaŋ, nak sʊn eman
mərghane yͻ sɪŋ kirͻ kədhoɲan
aɖhuh sənəŋe athi, umphanisʊn
dhiphaŋan
sənare sʊn kəncəŋi, kͻyͻ ͻnͻ səthrume
rasane athinisʊn, mulʊɁ rɪŋ awaŋ-awaŋ
ghiraŋe sɪŋ karuwan, kͻyͻ nəmu bərliyan
susahe athi ilaŋ
sənare sʊn kəncəŋi, kͻyͻ ͻnͻ səthrume
rasane athinisʊn, mulʊɁ rɪŋ awaŋ-awaŋ
ghiraŋe sɪŋ karuwan, kͻyͻ nəmu bərliyan
susahe athi ilaŋ
manc hɪŋ iwaʔ, rɪŋ kəthaphaŋ
umphane uraŋ lan kəsənəŋan
umphan dhibhuwaŋ, rɪŋ thəŋah səghͻrͻ
ŋunchalakən sumphəɁe pikiran
umphane uraŋ lan kəsənəŋan
umphan dhibhuwaŋ, rɪŋ thəŋah səghͻrͻ
ŋunchalakən sumphəɁe pikiran
aɖhuh sənəŋe athi, umphanisʊn
dhiphaŋan
sənare sʊn kəncəŋi, kͻyͻ ͻnͻ səthrume
rasane athinisʊn, mulʊɁ rɪŋ awaŋ-awaŋ
ghiraŋe sɪŋ karuwan, kͻyͻ nəmu bərliyan
susahe athi ilaŋ
sənare sʊn kəncəŋi, kͻyͻ ͻnͻ səthrume
rasane athinisʊn, mulʊɁ rɪŋ awaŋ-awaŋ
ghiraŋe sɪŋ karuwan, kͻyͻ nəmu bərliyan
susahe athi ilaŋ
aɖhuh sənəŋe athi, umphanisʊn
dhiphaŋan
sənare sʊn kəncəŋi, kͻyͻ ͻnͻ səthrume
rasane athinisʊn, mulʊɁ rɪŋ awaŋ-awaŋ
ghiraŋe sɪŋ karuwan, kͻyͻ nəmu bərliyan
susahe athi ilaŋ
sənare sʊn kəncəŋi, kͻyͻ ͻnͻ səthrume
rasane athinisʊn, mulʊɁ rɪŋ awaŋ-awaŋ
ghiraŋe sɪŋ karuwan, kͻyͻ nəmu bərliyan
susahe athi ilaŋ
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dalam
penulisan Bahasa Jawa yang masih sering mengalami kesalahan, disebabkan oleh
kurang pahamnya masyarakat terhadap penulisan bahasanya sendiri. Dalam suatu
bahasa yang serumpun, penulisan yang berbeda pada suatu kata akan memengaruhi
makna dari suatu kata itu. Apabila penulisan kata itu berbeda, maka maknanya
tentu saja berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa penulisan yang berbeda akan
memengaruhi makna yang terkandung dalam suatu kata tersebut.
2.
Saran
Penulisan
bahasa jawa masih sering mengalami kesalahan, terutama dalam menuliskan bunyi
/a/, masyarakat justru menggunakan bunyi /o/. Selain itu, masyarakat juga
sering salah dalam menuliskan /dh/ menjadi /d/. Dalam menuliskan Bahasa Jawa
harus teliti agar tidak terjadi kesalahan tulisan yang menyebabkan berubahnya
makna. Masyarakat perlu diberi pemahaman lebih agar mereka mengerti tentang
fonem-fonem Bahasa Jawa sehingga mereka tidak akan salah dalam menulis
berbahasa jawa. Masyarakat harusnya juga lebih peka terhadap fonem-fonem bahasa
jawa yang beragam dan berbeda dari bahasa-bahasa yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu.
2011. Bunyi-Bunyi Distingtif Bahasa Jawa.
Yogyakarta: Elmatera Publishing.
Balai Bahasa Yogyakarta. 2000. Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Jawa). Yogyakarta: Kanisius.