A. PENDAHULUAN
Linguistik adalah ilmu tentang
bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih
tepat lagi, seperti dikatakan Martinet (1987:19), telaah ilmiah mengenai bahasa
manusia.
Disini perlu diperhatikan bahwa
Bahasa Perancis mempunyai istilah mengenai bahasa, yaitu:
- Langage : berarti bahasa secara umum, seperti tampak dalam ungkapan “manusia punya bahasa sementara hewan tidak”.
- Langue : artinya suatu bahasa tertentu, seperti bahasa arab, bahasa inggris, atau bahasa jawa.
- Parole : adalah bahasa dalam wujudnya yang konkret yang berupa ujaran.
Linguistik juga sering disebut
linguistik umum (general linguistics). Artinya, ilmu linguistik tidak hanya
mengkaji sebuah bahasa saja (seperti bahasa Jawa atau bahsa Arab), melainkan
mengkaji bahasa pada umumnya.
Sebagai alat komunikasi manusia,
bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis.
B. LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
1. Keilmiahan Linguistik
Linguistik
dapat dikatakan ilmiah karena telah mengikuti ketiga tahapan perkembangan yaitu:
- Tahap spekulasi: kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu.
- Tahap observasi dan klasifikasi: mengumpulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa member teori atau kesimpulan apapun.
- Tahap perumusan teori: setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.
·
Ketidakspekulatifan dalam
penarikan kesimpulan: dalam mengambil kesimpulan atau teori harus didasarkan
pada data empiris, yakni data yang nyata ada, yang didapat dari alam yang
wujudnya dapat diobservasi.
2. Subdisiplin Linguistik
- Objek kajiannya adalah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu.
- Objek kajiannya adalah bahasa pada masa tertentu atau bahasa sepanjang masa.
- Objek kajiannya adalah struktur internal bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya dengan berbagai faktor di luar bahasa.
- Tujuan pengkajiannya apakah untuk keperluan teori belaka atau untuk tujuan terapan.
- Teori atau aliran yang digunakan untuk menganalisis objeknya.
3.
Analisis Linguistik
o
Struktur, sistem dan
distribusi.
o
Analisis bawahan langsung.
o
Manfaat linguistic.
C. OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
1.
PENGERTIAN BAHASA
Kata bahasa
dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian. Kata bahasa yang terdapat pada kalimat bisa
menunjuk pada beberapa arti atau kategori lain. Menurut peristilahan de
Saussure, bahasa bisa
berperan sebagai parole, langue, langage.
·
parole merupakan objek
konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para
bahasawan dari suatu masyarakat bahasa.
·
Langue merupakan objek
yang abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara
keseluruhan.
·
Langage merupakan objek
yang paling abstrak karena dia berwujud sistem bahasa yang universal.
Seperti
yang dikemukakan Kridalaksana (1983 dan juga dalam Djoko Kentjono 1982) “
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para
anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi
diri”. Definisi ini sejalan dengan definisi dari Barber(1964: 21),
Wardhaugh(1977:3), Trager(1949:18), de Saussure(1966:16) dan Bolinger(1975:15).
2.
HAKIKAT BAHASA
Beberapa ciri atau sifat yang
hakiki dari bahasa adalah
a.
Bahasa
sebagai system
Maksudnya
bahwa bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang teratur dan
tersusun menurut pola tertentu.
b.
Bahasa
sebagai lambing
Lambang-lambang
bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa seperti
kata / gabungan kata. Lambang atau symbol tidak bersifat langsung dan alamiah.
Lambang bersifat arbitrer sedangkan tanda tidak bersifat arbitrer.
c.
Bahasa
adalah bunyi
Bunyi bahasa atau bunyi ujaran adalah
satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat z
Dalam linguistik yang disebut bahasa yang primer adalah apa yang diucapkan atau
dilisankan. Sedangkan bahasa tulisan hanyalah bersifat sekunder.
d.
Bahasa
itu bermakna
Lambang selalu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat
dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
e.
Bahasa
itu arbitrer
Arbitrer
artinya sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Maksudnya adalah
tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian
yang dimaksud lambang tersebut.
f.
Bahasa
itu konvensional
Artinya,
semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu
itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
g.
Bahasa
itu produktif
Maksudnya
adalah meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang
jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak
terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa
itu.
h.
Bahasa
itu unik
Unik
artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki bahasa
lain.
i.
Bahasa
itu universal
Artinya
ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia.
Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling
umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan
konsonan.
j.
Bahasa
itu dinamis
Karena
keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia , sedangkan dalam
kehidupan bermasyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah,
maka bahasa itu juga ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis.
Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
k.
Bahasa
itu bervariasi
Anggota
suatu masyarakat bahasa beraneka ragam, ada yang berpendidikan ada yang tidak,
ada yang berprofesi dokter, petani, nelayan, dan sebagainya, oleh karena latar
belakang dan lingkungannya yang tidak sama maka bahasa yang mereka gunakan
bervariasi atau beragam, di mana antara variasi yang satu dengan yang lainnya
mempunyai perbedaan yang besar.
l.
Bahasa
itu manusiawi.
Maksudnya
adalah bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat
manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh
manusia.
3. BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Yang
ingin dibicarakan adalah mengenai masalah bahasa dalam kaitannya dengan
kegiatan social d dalam masyarakat, atau lebih jelasnya, hubungan bahasa dengan
masyarakat itu.
a.
Masyarakat Bahasa
Kata masyarakat
biasanya diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang banyaknya
relatif ), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal atau
yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Yang dimaksud dengan masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama.
b.
Variasi dan Status Sosial Bahasa
Dalam
beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya
dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang
pertama adalah variasi bahasa tinggi ( T ) digunakan dalam situasi- situasi
resmi. Yang kedua adalah variasi bahasa rendah ( R ) digunakan dalam situasi
tidak formal. Adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut dengan
istilah diglosia ( Ferguson 1964 ). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini
disebut masyarakat diglosis.
c.
Penggunaan Bahasa
Hymes
(1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan
menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi
SPEAKING, yakni :
·
Setting and scene, yaitu unsur
yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan
·
Participants, yaitu orang- orang
yang terlibat dalam percakapan
·
Ends, yaitu maksud dan hasil
percakapan
·
Act sequences, yaitu hal yang
menunjuk pada bentuk dan isi percakapan
·
Key, yaitu yang menunjuk pada
cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan
·
Instrumentalities, yaitu yang
menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan
·
Norms, yaitu yang menunjuk pada
norma perilaku peserta percakapan
·
Genres, yaitu menunjuk pada
kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
d.
Kontak Bahasa
Dalam
masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan
anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat,
akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang
menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang
datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa
ini adalah terjadinya atau terdapatnya apa yang disebut bilingualisme dan
multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, sepertu interferensi,
integrasi, alihkode, dan campurkode.
e.
Bahasa dan Budaya
Satu
lagi yang menjadi objek kajian linguistik makro adalah mengenai hubungan bahasa
dengan budaya atau kebudayaan. Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf ( hipotesis
Sapir- Whorf) menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan atau bahasa itu
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi
bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak manusia. Apa yang dilakukan
manusia selalu dipengaruhi oleh sifat- sifat bahasanya.
4. KLASIFIKASI BAHASA
Klasifikasi
dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa. Bahasa yang
mempunyai kesamaan ciri dimasukkan dalam satu kelompok
Ø Klasifikasi Genetis
Klasifikasi
genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis
keturunan bahasa- bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan
dari bahasa yang lebih tua.
Ø Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi
tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe- tipe yang terdapat
pada sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul
berulang- ulang dalam suatu bahasa.
Ø Klasifikasi Areal
Klasifikasi
areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang
satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa
memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak.
Klasifikasi ini bersifat arbitrer, non ekhaustik, dan non unik.
Ø Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi
sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-
faktor yang berlaku dalam masyarakat, tepatnya berdasarkan status, fungsi,
penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu.
5. BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA
Ada
beberapa jenis aksara, yaitu aksara piktografis, aksara ideografis, aksara
silabis, dan 5. aksara fonemis. Semua jenis aksara itu tidak ada yang bisa
“merekam” bahasa lisan secara sempurna.
Ada
pendapat umum yang mengatakan bahwa ejaan yang ideal adalah ejaan yang
melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf
hanya dipakai untuk melambangkan satu fonem.
D. TATARAN LINGUISTIK: FONOLOGI
Fonologi adalah ilmu yang membahas
bunyi-bunyi bahasa
v Fonetik, adalah bidang liguistik yang mempelajari bunyi bahasa
tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda
makna.
v Fonemik, adalah bidang linguistic yang mempelajari bunyi bahasa
dan mempunyai fungsi sebagai pembeda makna.
E. TATARAN LINGUISTIK:
MORFOLOGI
Morfologi
adalah ilmu yang membahas seluk beluk pembentukan kata. Ilmu mengenai
pembentukan kata dan perubahan bahan makna akibat proses perubahan bentuk kata
tersebut.
ü
Morfem : suatu bentuk yang bisa hadir secara
berulang-ulang dengan bentuk yang lain.
ü Kata : deretan
huruf yang memiliki makna satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna.
ü Proses morfemis
ü Morfofonemik
F. TATARAN LINGUISTIK: SINTAKSIS
Sintaksis
membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain
sebagai suatu satuan ujaran. Dalam sintaksis, yang dibahas adalah:
(1) Struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran
sintaksis; serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu.
(2) Satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa,
kalimat, dan wacana.
(3) Hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah
modus, aspek, dan sebagainya.
G. TATARAN LINGUISTIK:
SEMANTIK
Semantik
adalah ilmu yang membahas makna bahasa.
1.
Hakikat Makna
Menurut de Saussure, setiap
tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2
·
komponen, yaitu komponen
signifian (yang mengartikan) yang wujudnya runtunan bunyi.
·
komponen signifie (yang
diartikan) yang wujudnya pengertian atau konsep (yang dimiliki signifian).
2. Jenis makna
ü
Makna
Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual
ü
Makna
Referensial dan Non-referensial
ü
Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
ü Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
ü Makna Kata dan Makna Istilah
ü
Makna
Idiom dan Peribahasa
3.
Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan
semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang
lainnya
a. Sinonim
Yaitu hubungan semantik yang
menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran
lainnya.
b. Antonim
Yaitu hubungan semantik antara
dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau
kontras antara yang satu dengan yang lain.
c. Polisemi
Yaitu kata yang mempunyai makna
lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna pertama adalah makna
sebenarnya, yang lain adalah makna-makna yang dikembangkan berdasarkan salah
satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu,
makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih
berkaitan satu dengan yang lain.
d. Homonim
Yaitu dua buah kata atau satuan
ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama dan maknanya berbeda, karena
masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Pada kasus
homonim ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan
homograf. Homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa
memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran yang ortografinya dan ejaannya
sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda.
e. Hiponimi
Yaitu hubungan semantik antara
sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang
lain. Relasi hiponimi bersifat searah.
f.
Ambiguitas atau Ketaksaan
Yaitu gejala dapat terjadinya
kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Ketaksaan terjadi
dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal karena ketiadaan unsur lisan,
karena ketidakcermatan dalam menyusun konstruksi beranaforis.
g. Redudansi
Yaitu kata yang berlebih-lebihan
yang menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
4.
Perubahan Makna
Secara
sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara
diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat,
makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam waktu yang relative lama ada
kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk semua
kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
2. Perkembangan sosial
budaya
3. Perkembangan pemakaian kata
4. Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
5. Adanya asosiasi
5. Medan
makna dan komponen makna
ü Medan makna
adalah seperangkat
unsure leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian
dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
ü Komponen makna
Setiap
kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki
oleh setiap kata itu terdiri ddari sejumlah komponen (yang disebut komponen
makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat
dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu persatu, berdasarkan
“pengertian-pengertian” yang dimilikinya.
H. SEJARAH DAN ALIRAN
LINGUISTIK
1.
Linguistik Tradisional
Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan
filsafat dan semantik, sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur
atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya
dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja
adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan tata bahasa
struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan
frase “dengan . . . .”.
2.
Linguistik
Strukturalis
a. Ferdinand de Saussure
Ferdinand de saussure (1857-1913) dianggap
sebagai bapak linguistik modern, pandangannya dimuat dalam buku course de
linguistique generle. Beliau mengemukakan teori bahwa setiap tanda linguistik
(signe) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen
signifiant (bentuk) dan komponen signifie (makna).
b. Aliran praha (terbentuk
tahun 1926)
Tokohnya Vilem Mathesius. Aliran praha inilah yang pertama-tama membedakan tegas akan fonetik dan fonolog.
Tokohnya Vilem Mathesius. Aliran praha inilah yang pertama-tama membedakan tegas akan fonetik dan fonolog.
c. Aliran glosematik lahir
di Denmark.
Tokohnya Louis Hjemslev beliau terkenal karena usaha untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
Tokohnya Louis Hjemslev beliau terkenal karena usaha untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
d. Aliran firthian
Tokohnya R. Firth (1890-1960) beliau terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi
Tokohnya R. Firth (1890-1960) beliau terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi
e. Aliran linguistik
sistemik
Tokohnya M.A.K Halliday belaiu mengembangkan teori Fith mengenai bahasa khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Pokok-pokok pandangannya antara variasinya pemberian bahasa tertentu berserta variasinya mengenai adanya gradasi dan kontinum.
Tokohnya M.A.K Halliday belaiu mengembangkan teori Fith mengenai bahasa khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Pokok-pokok pandangannya antara variasinya pemberian bahasa tertentu berserta variasinya mengenai adanya gradasi dan kontinum.
f. Aliran tagmemik
Tokohnya Kenneth L. Pike, menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmen. Yang dimaksud tagmen adalah bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisisi slot tertentu.
Tokohnya Kenneth L. Pike, menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmen. Yang dimaksud tagmen adalah bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisisi slot tertentu.
3.
Linguistik
Tranformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya
Dunia ilmu termasuk
linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan
yang dinamis, berkembang terus menerus sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri
yang selalu mencari kebenaran yang hakiki.
·
Tata Bahasa
Transformasi
Ahli linguistik
yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah
yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures
(1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan
selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang
dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard
theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung
makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative
syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended
standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative
semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun
1993 Minimalist program.
Setiap tata
bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah merupakan teori dari bahasa
itu sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:
a) Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat
diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak
dibuat-buat.
b) Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga
satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa
tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
·
Semantik Generatif
Menjelang
dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain
Pascal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky,
memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan membentuk aliran sendiri. Kelompok
Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum Semantik generatif. Menurut semantik
generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus
karena keduanya adalah satu.
·
Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa
kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore
dalam karangannya berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam
buku Bach, E. dan R. Harms Universal in Linguistic Theory, terbitan
Holt Rinehart and Winston.
Dalam
karangannya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1)
modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2)
proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Yang
dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan
nomina.
·
Tata Bahasa
Relasional
Tata bahasa
relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap
beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh
aliran tata bahasa transformasi.
4.
Tentang Linguistik
Di Indonesia
Hingga saat
ini bagaimana studi linguistik di Indonesia belum ada catatan yang lengkap,
meskipun studi linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup
semarak. Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli
Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial.
Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum
seberapa) dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima
puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata bahasa tradisional yang sangat
bersifat normatif. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan
dengan konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15 November 1975, atas
prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi kelinguistikan yang
diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para
linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri
atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan. Penyelidikan terhadap
bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula
dilakukan orang di luar Indonesia. Misalnya negeri Belanda, London, Amerika,
Jerman, Rusia, dan Australia banyak dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa
Indonesia. Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan,
dan bahasa negara maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral
dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pelbagai segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan
oleh banyak pakar dengan menggunakan pelbagai teori dan pendekatan sebagai
dasar analisis. Dalam kajian bahasa nasional Indonesia, di Indonesia tercatat
nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto,
yang telah menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa
Indonesia.
Sumber: Buku Linguistik Umum Abdul Chaer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar