Blogger Widgets Sinau Basa Jawa bereng Hanif Rahma: Menganalisis Geguritan

Sabtu, 14 September 2013

Menganalisis Geguritan



TEMBANG KELARAN SAKA BRANG WETAN

Tembang kelaran saka brang wetan
keprungu dumeling lelamatan
ngayutayut
ndudut trenyuh
biyen amung rintih
lirih
saiki salin slaga
sansaya sora, worsuh ing pangundhamana

eling mitraku, eling
sakalir rasa mapan digelar
samekta lamun piniji
geneya sliramu katrem
nyawiji kang rinegem?

suket godhong kadhung ngerteni
mungguhing rasa kang sumlempit
awit keladuk anggonmu njarwani
lumantar gurit

eman mitraku, eman
krana tapis anggonmu ngonceki
sapletik rasa kang sumimpen
kebacut ilang dadi cemplang
ngabar, kalindhih dening sesumbar
mitraku, kapan baya anggonmu pirsa
muspra ngupakara rasa cuwa
amung bakal ndedawa lara

2003. Rini Tri Puspohardini



ANALISIS PUISI TEMBANG KELARAN SAKA BRANG WETAN

A.    STRUKTUR FISIK PUISI
1.      Tipografi
      Tipografi atau perwajahan puisi adalah suatu gambaran mengenai bagaimana suatu puisi itu ditampilkan. Tipografi dalam puisi Tembang kelaran saka brang wetan adalah sebagai berikut:
·         Puisi ditulis rata kiri.
·         Judul ditulis huruf kapital semua.
·         Huruf pertama pada tiap baris ditulis kecil, kecuali pada huruf pertama baris pertama ditulis kapital.
·         Pada akhir tiap barisnya tidak diberi titik.
·         Pada salah satu baris, di akhir kalimatnya menggunakan tanda tanya.
·         Tiap bait dipisahkan oleh jarak antar baitnya.

2.      Diksi
      Diksi adalah pemilihan kata yang dilakukan oleh penulis sehingga puisi hasil  karyanya menjadi indah karena tersusun dari kata-kata yang terpilih. Pemilihan kata yang baik, akan membuat pembaca menjadi lebih tertarik dalam membaca karya seorang penulis. Meskipun tidak semua orang mengerti dengan kata yang disampaikan penulis, tapi seseoarang akan tetap tertarik dengan karya itu karena dianggap baru. Dalam puisi tembang kelaran saka brang wetan terdapat beberapa diksi seperti:
·         keprungu dumeling lelamatan, artinya sayup lamat tertutur.
·         samekta lamun piniji, artinya siaga jika terpinang.
·         nyawiji kang rinegem, artinya kenapa dirimu terlena.
·         suket godhong kadhung ngerteni, artinya rumput daunan kadung jaga.
·         krana tapis anggonmu ngonceki, artinya tersebab tuntas dirimu mengupas.

3.      Imaji
      Imaji adalah suatu khayalan yang dikarang penulis sehingga seolah-olah pembaca bisa merasakan apa yang ditulis meskipun tidak sedang melakukan. Imaji dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu imaji suara, imaji penglihatan, dan imaji raba. Dengan adanya imaji yang disampaikan penulis, pembaca seolah diajak penulis untuk dapat mendengar, melihat dan merasakan sesuai apa yang ditulis pengarangnya. Dalam puisi tembang kelaran saka brang wetan terdapat imaji:
·         Suara, contohnya dalam kalimat:
Ø  keprungu dumeling lelamatan, artinya sayup lamat tertutur.
Ø  biyen amung rintih, artinya dulu cuma rintih.
Ø  lirih, artinya pelan.
·         Penglihatan, contohnya dalam kalimat:
Ø  saiki salin slaga, yang artinya kini malih rupa.
Ø  suket godhong kadhung ngerteni, maksudnya rumput daunan terlanjur tahu.




4.      Kata konkret
      Kata konkret adalah kata yang dipilih oleh penulis puisi yang menyebabkan terjadinya imaji. Misalnya saja dalam kalimat saiki salin slaga, yang artinya kini malih rupa. Kalimat ini menggambarkan seseorang yang dulunya bahagia, menjadi sedih karena adanya rasa kecewa.

5.      Figuratif
      Figuratif atau majas adalah penggunaan bahasa oleh pengarang yang tidak biasa dipakai orang lain. Pengarang memilih suatu kalimat dalam puisi itu untuk menyampaikan suatu maksud tertentu.
      Dalam puisi tembang kelaran saka brang wetan terdapat majas personifikasi yang dipertegas dalam kalimat suket godhong kadhung ngerteni, diartikan bahwa  rumput daunan erlanjur tahu. Disini, rumput dan dedaunan diibaratkan seperti manusia yang seolah-olah hidup.
      Dalam puisi tembang kelaran saka brang wetan juga terdapat majas hiperbola yang artinya melebih-lebihkan, yaitu pada kalimat sansaya sora, worsuh ing pangundhamana, maksudnya, kian menggema, bersetubuh rusuh dengan gunjingan.

6.      Rima
      Rima adalah persamaan bunyi yang terjadi pada sebuah puisi. Disini, juga dianalisis mengenai tinggi rendah, kuat lemah, panjang pendek dalam pembacaan sebuah puisi.
      Dalam puisi tembang kelaran saka brang wetan terdapat rima patah. Rima patah adalah suatu keadaan dimana tiap baris dalam puisi itu rimanya berbeda. Hal ini terlihat dalam bait berikut:

eling mitraku, eling
sakalir rasa mapan digelar
samekta lamun piniji
geneya sliramu katrem
nyawiji kang rinegem?

Bait tersebut, rimanya i-a-i-e-e.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa dalam puisi itu juga ada tinggi rendah, kuat lemah, dan panjang pendek pembacaan puisi. Puisi tembang kelaran drib rang wetan ini dibacakan dengan rendah dan lemah. Mengapa begitu? Karena puisi ini menceritakan tentang kesedihan yang dialami seseorang karena rasa kecewa.




B.     STRUKTUR BATIN
1.      Tema
      Tema dalam puisi tembang kelaran saka brang wetan adalah tentang kekecewaan. Disini penulis menceritakan tentang kekecewaan temannya. Diperjelas dalam kalimat muspra ngupakara rasa cuwa, artinya sia-sia memburu kecewa.


2.      Suasana
      Suasana yang diceritakan adalah menyedihkan dan menyakitkan. Tergambar dalam kalimat among bakal ndedawa lara, maksudnya hanya akan menambah sakit. Disini pengarang menggambarkan seseorang yang sedang kecewa karena adanya perasaan sakit di hatinya.

3.      Nada
Nada yang digunakan dalam puisi tembang kelaran saka brang wetan adalah pelan dan lirih karena puisi ini menceritakan tentang rasa kecewa dan sakit hati seseoarang. Oleh karena itu, tidak pantas jika puisi ini dibawakan dengan suara lantang dan semangat. Puisi harusnya dibacakan dengan nada lirih dan raut muka yang sedih.

4.      Amanat
Amanat yang bisa diambil dari puisi ini ialah bahwa seseorang itu harus bangkit dari keterpurukan, jangan sampai terus menerus hanyut dalam kekecewaan. Seseorang itu harus bisa melupakan masa lalu yang menyakitkan hati.

Sumber: Buku Kidung Saka Bandungan karya Rini Tri Puspohardini
 

9 komentar: