Blogger Widgets Sinau Basa Jawa bereng Hanif Rahma: Kumandhanging Katresnan

Selasa, 10 Desember 2013

Kumandhanging Katresnan

Dening Any Asmara

Di kampung Selasari Magetan ada seorang duda bernama RS. Ranuasmara yang sudah sakit-sakitan. Beliau tinggal bersama anaknya bernama Sri Endah Wahyuningsih. RS. Ranuasmara juga memiliki anak lelaki bernama Susilo yang kuliah UGM. Suatu ketika, RS. Ranuasmara merasa bahwa skitnya semakin parah, kemudian beliau menceritakan hal yang sudah lama beliau rahasiakan kepada Sri Endah Wahyuningsih. Beliau bercerita bahwa Sri Endah bukan anak kandungnya. RS. Ranuasmara mengatakan bahwa Sri Endah dan Susilo tidak ada hubungan darah.
RS. Ranuasmara cerita bahwa pada tahun 1972, di Surakarta ada sepasang kekasih bernama R.Sukmana dan RA. Tien Tisnowati. Namun, karena tidak mendapat restu dari orang tua RA. Tien, mereka tidak bisa menikah. Ayah RA. Tien yang bernama RB. Jayengsubrata menikahkan RA. Tien dengan RM. Purwodirjo. Meski begitu, RA. Tien tetap mencintai Sukmana. Setelah RA. Tien menikah, Sukmana sempat stres, tetapi berkat kesabaran ibu Sukmana yang bernama R. Ngt. Partoasmara, akhirnya Sukmana bangkit lagi dan memutuskan untuk melanjutkan kuliah melukis di Jogja. Ibunya mengijinkan Sukmana kuliah agi sehingga Sukmana berhasil menyeesaian kuliah, bahkan sempat kuliah agi di Bandung.
Ketika di andung, Sukmana tinggal di rumah Mang Gandaatmaja yang memiki anak perempuan bernama Dedeh Siti Kurniasih. Sukmana jatuh cinta kepada Siti Kurniarsih, begitu pula dengan siti kurniarsih. Akhirnya mereka menikah dan memiliki annak lelaki yang diberi nama Sutrisna. Tetapi, karena penyakit dysentri, Siti Kurniarsih meninggal. Setelah kepulangan Siti Kurniarsihke rahmatullah, Sutrisna dibawa neneknya ke Sala. Sedangkan Sukmana sendiri pergi berkelana mencari objek untuk dilukis hingga Asia bahkan Eropa.
Setelah bosan berkelana, Sukmana kembali ke Sala. Waktu itu, umur Sutrisna sudah dua setengah tahun. Dalam kehidupan Sukmana hadir wanita yang sangat mencintai Sukmana. Wanita yang masih perawan itu bernam Sri Kumaladewi. Kumaladewi ini anak saudagar batik dan laweyan yaitu M. Tondhosadewa. Meskipun Kumaladewi wanita yang cantik, tetapi Sumana menolaknya. Selanjutnya Sukmana tinggal di desa Sarangan di kaki Gunung Lawu, bawah Kabupaten Magetan, Karesidenan Madiun. Di sana Sukmana bertemu dengan cinta pertamanya yaitu RA. Tien. RA. Tien sendiri sudah memiliki anak yang baru berumur beberapa hari. Saat itu juga Tien sedang sakit malaria yang parah. Sukmana meminta R. Tien bercerita tentang kehidupan yang dialaminya sampai sia bisa berada di desa itu.
RA. Tien bercerita bahwa dirinya kabur dari rumah karena suaminya ingin menikah lagi, padahal saat itu Tien sedang hamil tiga bulan. Tien kabur sampai akhirnya bisa tiba di Magetan dan diajak tinggal bersama Pak Yoto dan Bu Yoto. Saat bertemu Sukmana, Tien meminta Sukmana untuk merawat anak perempuannya jika Tien meninggal. Sukmana juga meminta agar Tien mau menjadi istri Sukmana. Sukmana juga mendapat kesempatan dari Tien untuk memberi nama anak Tien. Sukmana memberi nama Sukmanawati kepada anak Tien, yang mana nama itu diambil dari nama Sukmana dan Tien Tisnowati.sukmana sangat senang karena Tien mau mendampinginya. Sumana membeli rumah di Magetan untuk mereka tinggal. Tetapi, ternya tuhan berkehendak lain, sebelum mereka sempat pindah ke rumah baru, Tien justru meninggl di rumah Pak Yoto.
Sepeninggal Tien, Sukmana berpamitan kepada Pak Yoto dan Bu Yoto utuk kembali ke Sala. Waktu berlalu begitu cepat, tahun 1945 Sutrisna sudah berumur sebelas tahun sedangkan Sukmanawati delapan tahun. Pada umur lima tahun Sukmanawati diganti nama menjadi Sri Endah Wahyuningsih. Sutrisna juga berubah nama menjadi Susilo. Dan Sukmana sendiri sebenarnya adalah Ranuasmara. Lalu, Pak Yoto dan Bu Yoto yang sekarang menjadi pembantu di rumah Ranuasmara adalah orang yang dulu sudah merawat Tien. Setekah mendengar cerita ayah angkatnya itu, Sri endah menjadi terharu dan semakin menghormati Ranuasmara.kemudian, Ranuamara meninggal. Sebelum meninggal, Ranuasmara berpesan pada Sri Endah agar bisa hidup rukun bersama Susilo sebagai suami istri.
Akhirnya Sri Endah dan Susilo menikah setelah satu tahun kematian Ranuasmara. Mereka hidup bersama kakek dan nenek Sri Endah yaitu RB. Jayengsubroto. RB. Jayengsubroto tinggal di Magetan mdan menunggu rumah Dr. Susilo yang sudah bekerja di RSU Madiun,  dan membuka praktik di rumah antara jam lima sampai enam sore. Au Sri Endah tidak lagi mengajar, dia sudah menjadi istri yang selalu mengurus rumah.
Pada hari Minggu, Dr. Susilo mengadakan acara tujuh bulan untuk istrinya. Tamu yang datang sangat banyak termasuk salah satu pasien Dr. Susilo yang bernama RM. Mangkusumbaga. Ternyata RM. Mangkusumbaga adalah ayah kandung Sri Endah. RM. Mangkusumbaga yang dulu namanya RM. Purwodirjo. Sri Endah senang bisa bertemu ayah kandungnya, tetapi RM. Purwodirjo sudah terlalu malu pada Sri endah dan RB. Jayengsubroto, terlebih lagi pada Sukmana atau Ranuasmara yang dulu dicaci maki olehnya. Orang yang dulu dihina, justru mau merawat anaknya. Akhirnya RM. Purwodirjo memutuskan untuk bunuh diri. Kemudian jenazahnya dimakamkan di Magetan.
Kehidupan terus berjalan, Susilo dan Sri Endah bisa memenuhi permintaan Ranuasmara untuk hidup berdampingan dan saling mencintai. Hidup Susilo juga semakin bahagia dan tentram. Ditambah lagi dengan hadirnya anak laki-laki dari Sri Endah Wahyuningsih.

sumber: Novel Kumandhanging Katresnan

1 komentar: